Total Tayangan Halaman

Sabtu, 18 Juni 2011

Mentawai, ist a dream island part three


Damainya  desa SALIGUMA

Sesuai dengan skedul yang telah dibuat semenjak di padang, maka pada hari kedua kami berada di muara siberut, tim dijadwal akan menuju kecamatan siberut tengah, tepatnya desa saliguma dan saibi, keduanya adalah desa desa di siberut tengah. Untuk transport ke desa saliguma, kami menggunakan bot puskesmas dengan 2 mesin @ 40 PK, pimpinan puskesmas siberut selatan ( dr dodi) telah memberikan pinjaman bot beserta operatornya dan operatorlah yang mengurus keperluan bahan bakar untuk PP ke saliguma dan saibi sesuai kebutuhan. Jam 7 pagi hari sabtu, kondisi muara siberut tidak terlalu bersahabat, sejak subuh sudah turun hujan walau tidak lebat, namun karena sudah on schedule, kami tetap harus berangkat ke saliguma (sebetulnya keberangkatan kami ditentukan oleh kesanggupan operator bot untuk mengantar kami dalam cuaca seperti itu). Setelah tim sarapan pagi, maka kami siap naik bot yang telah disiapkan dari sebuah dermaga kayu yang berada dibelakang kedai kedai yang ada dimuara siberut. Kami harus membawa sendiri bekal makanan kami siang nanti yang telah dipesan sehari sebelumnya, dan dengan rombongan sebanyak 16 orang, kami pun berangkat ke saliguma ditengah gelombang yang mulai meninggi. Ada sedikit kesulitan ketika kami akan naik bot, karena terguncang guncang dipermainkan ombak yang cukup besar, walau akhirnya kami semua bisa naik ke atas bot yang mempunyai tutup, sehingga tidak akan terkena cipratan air laut kalau sudah ditengah laut nanti dan speed bot berjalan dengan power maksimal 80 PK. Kami bisa keluar dari muara siberut, yang terkenal kejam karena berbenturannya air dari muara dengan dorongan gelombang dari arah laut, belum lagi dengan adanya beberapa gosong berada di depan muara siberut.
Baru saja kami keluar dari muara siberut, bot kayu sabatang kami mulai dipermainkan gelombang laut, aku yang tadinya didermaga telah mengambil tempat duduk dibelakang sekali, entah kenapa kemudian pindah ke bagian depan bot, duduk disebuah kayu melintang dibagian depan bot, menghadap kebelakang, tujuannya sederhana, untuk menghindari mabuk laut, namun hal ini justru jadi petaka.  Gelombang yang besar membuat bot kami seperti menabrak batu, aku yang duduk didepan harus berkali kali dilambungkan keatas dan terhempas turun lagi ke tempat duduk yang keras, sakit sekali rasanya dudukan ku saat itu dan beberapa kali sangat berbahaya karena ketika melambung pegangan ku hampir terlepas, kalau terlepas ada kemungkina nterlempar kedalam laut. Setelah ½ jam kemudian pada situasi seperti itu, aku merangkak masuk kedalam tenda kayu yang dipasang diatas bot, amaaannn, alhamdulillah, terlepas dari hempasan ombak, dan begitu aku masuk kedalam, operator spontan menambah kecepatan bot sehingga bot makin gagah membelah gelombang laut yang menggila, bot kayu sebatang diarahkan ke utara pulau siberut dengan jarak kepantai sekitar 1-2 km, dan beberapa ekor lumba lumba muncul disisi bot kami, berlompatan berpasang-pasangan beberapa saat dan kemudian menghilang.
Setelah lebih dari 1 jam dihempas hempaskan gelombang laut, kami memasuki wilayah yang berair datar, karena gelombang laut sudah ditahan oleh hutan bakau didepannya, dan tak berapa lama kamudian kami mendarat disebuah dermaga kayu desa saliguma yang berair sangat tenang, disamping sebuah bekas bungalow. Ada sedikit geraran terasa  didada ketika mulai kaki ini menginjak tanah desa saliguma, pada awalnya hanya ada beberapa rumah saja yang terlihat, sangat sederhana namun penuh ketenangan dan kedamaian, dan disana sudah ada jalan beton yang mengarah ke tengah pulau selebar 1-2 meter. Mulailah kami kontak pertama dengan penduduk, yang berada dirumah khas orang mentawai, rumah yang terbuat dari kayu, sederhana sekali, dimana bagian depannya dibuat untuk istirahat dengan dikelilingi oleh bangku kayu dan bagian dalamnya untuk keperluan lain. Ahh, beginikah kehidupan saudaraku di mentawai ini..??? begitu sederhana, dan kami pun terus beriringan berjalan menapaki jalan beton menuju ke tengah perkampungan, dan makin lama makin banyak ketemu rumah dan ketika sampai disebuah SD, yang saat itu murid muridnya sedang istirahat, kami dikerumunin mereka, kami ingin berkomunikasi namun tidak bisa, karena mereka menggunakan bahasa daerah, walau akhirnya ku coba berkomunikasi dengan anak yang lebih besar, ternyata mereka dapat berbahasa indonesia, dan mereka sudah kelas 5 dan kelas 6 (menurut informasi pak camat, saliguma merupakan desa tertinggi jumlah kelahiran anaknya di antara beberapa desa yang ada di seluruh siberut tengah). Kami pun terus berjalan melewati beberapa rumah lagi dan bertemu dengan pak camat siberut tengah, yang sudah menunggu kedatangan kami disini sejak kemarin sore, kami diajak ke kantor desa yang masuk lagi kedalam sekitar 2-300 meter dari situ. Kami sudah ditunggu oleh perangkat desa lainnya. Aku mencoba menikmati suasana desa saliguma ini, hanya ada beberapa buah motor terlihat disini, tidak ada sepeda terlihat, tidak ada listrik (listrik menggunakan tenaga surya dan disel pribadi), namun ada parabola, telepon satelit, dan ada beberapa perahu bermotor yang parkir di pinggir pantai, aku baru tahu kalau bot kami ndak diparkir disini, sebab kalau air pasang surut, maka bot tidak bisa keluar dan kalau itu terjadi maka kami harus menunggu air pasang naik lagi untuk bisa keluar. Pak zul, saat itu memutuskan untuk mengumpulkan data di saliguma saja, tidak jadi ke saibi, karena saliguma lebih tradisional daripada saibi dan penduduknya banyak tersebar di 6 dusun.
Setelah tim berdialog dengan pak camat, kades dan sekdes, maka tim dibagi 3, untuk menuju 3 dari 6 dusun yang ada di desa saliguma. Pak zul dan syahrial telah berangkat ke dusun terujung. Kemudian aku bersama ad dan eri, operator bot kami, berjalan menyelusuri jalan tanah yang membelah desa, ternyata, susunan rumah disini sudah ditata sedemikian rupa, ada blok blok dibuat, dan antar blok ada jalan penghubungnya mengelilingi desa, dan bentuk rumahnya hampir semuanya sama. Kami beristirahat disebuah rumah penduduk dimana dilakukan wawancara oleh tim, yang ternyata bisa berbahasa minang (karena pernah di padang), tim kemudian diantar oleh ibu ini berkeliling untuk wawancara dengan penduduk lain yang tidak bisa berbahasa indonesia atau minang. Aku mendapat informasi, bahwa desa lagi sepi karena sebagian besar penduduk sedang ke ladang, dan baru pulang setelah beberapa hari disana. Desa saliguma tidak punya listrik PLN, mereka punya listrik tenaga surya, beberapa rumah memiliki pembangkit listrik tenaga surya ini, sedang yang lain menggunakan disel kapasitas kecil. Aku meneruskan perjalanan sendirian, menelusuri jalan desa, dan akhirnya bertemu dengan tim yang lagi melakukan wawancara dan aku bergabung dengan mereka, ternyata yang diwawancarai juga bisa berbahasa minang, lumayan, dan ketika masuk kesebuah rumah sangat sederhana, khas mentawai namun dari asesori yang tergantung didinding mencirikan bahwa penghuninya beragama islam, kami temukan, ibu dengan 3 anak yang semuanya masih balita yang sedang ditemani suaminya (akhirnya diketahui beliau adalah guru agama di SD yang ada di desa ini) , aku menemani suaminya ngobrol sementara tim mewawancarai istrinya, yang setiap menjawab selalu memandang kepada suaminya terlebih dahulu, namun mereka sangat ramah.   Dari beberapa rumah yang dimasuki tim, beberapa diantaranya terpajang foto pada saat pelaksanaan wisuda anak atau keluarganya di pergutuan tinggi…alaaahhhh maaakkkk. Ternyata penduduk di saliguma sudah banyak yang menyelesaikan pendidikannya di PT.
Fenomena lain yang terlihat adalah, banyaknya anak anak usia balita didesa ini, dari sebuah rumah terlihat sejumlah anak anak bermain main didalam rumahnya yang notabene tidak berdinding, entah kemana orang tuanya, ada 5 – 7 orang mereka, dirumah lain ada beberapa anak lagi yang bermain main tanpa ditemani orang tua mereka, kemana orang tua mereka ya..apakah juga ke ladang…????.... dan ketika bertemu dengan beberapa orang dewasa yang sedang berjalan, kami bertegur sapa, dan mereka menanyakan tujuan kami datang ke saliguma, dan katika kami jawab bahwa ada survey KB, spontan mereka bilang, “ ……tolong yang diberi KB itu bapak bapaknya lagi….jangan ke ibu ibu juga, sudah capek kami dibuatnya….” Kami sama sama tertawa saja mendengar permintaan ini, dan ternyata permintaan ini pun kami dengar pula ketika dilakukan FGD di puskesmas Muara siberut dengan beberapa kader kesehatan/KB yang diundang dari 3 desa yang ada di muara siberut.
Tiba tiba cuaca yang cerah tadi, berubah agak gelap yang datang dengan cepat, sedikit kekhawatiran muncul dibenakku, akankah kami bisa keluar dari desa saliguma…?? Dan jam 14 dengan seizin dr zul, aku mengingatkan tim untuk segera kembali ke muara siberut. Semua tim ku kumpulkan, ternyata tim ter ujung belum balik, mereka diantar oleh pak camat sendiri, dan kemudian diminta pak sekdes dan temannya untuk menyusul tim yang di dusun terujung, sementara kami mulai bergerak ke pantai dimana bot kami berada, dan tak lama kemudian tim ujung sudah sampai ke tempat rombongan dan setelah berbasa basi dengan pak camat yang sepontan mengatakan maaf karena tidak menyediakan makanan, kami menuju kembali ke pantai dan kemudian naik bot kembali, dan ternyata bot kami sudah berada jauh dibawah dermaga karena air sedang pasang surut, sehingga beberapa orang jadi sulit untuk naik ke atas bot, dan tak lama kemudian, bot kami sudah meluncur kencang membelah permukaan air laut yang sangat tenang sore itu meninggalkan desa saliguma dibelakang, aku mencoba berdiri dekat operator bot, memandang kedepan ke titik tujuan awal..desa muara siberut, nun jauhh dibalik kabut, dan labih kurang 1 jam kemudian kami menepi di pantai pasir putih simalepet, makan siang….dan setelah beristirahat sejenak, karena awan hitam sudah muncul lagi, kami pun kembali naik bot, menderu kembali memecah gelombang laut menuju muara siberut. Begitu memasuki muara siberut, kami melihat satu keluarga sedang berdiri di tengah gosong yang ada didepan muara siberut terdiri dari bapak, ibu dan dua anak mereka yang terlihat kedinginan, dan ketika ditegur sama operator bit kami,  ternyata perahu mereka baru saja terguling, operator bot kami mengarahkan ujung prahu ke gosong, beberapa anggota tim laki laki turun dan membantu ibu dan anak tersebut naik ke bot kami, sedangkan sibapaknya mengulurkan tali ke operator dan kemudian menarik perahu tersebut ke dermaga muara siberut. Alhamdulillah, selamat kembali ke daratan dan ketika kami lewat didepan kedai pakaian, mereka bilang..bahwa mereka pikir kami akan menemui halangan di laut mengingat badai yang ada tadi pagi…subhanallah.

1 komentar:

  1. mentawai....potensi sumatera barat yang terlupakan...
    ingin kesana lagi pak.......

    BalasHapus